Hukummakruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau di kuburkan di tanah – Hadits tentang kuburan. Kuburan atau makam merupakan tempat bersemayam para orang yang telah meninggal dunia. Kuburan ada banyak jenisnya, ada yang umum dan ada pula yang khusus ditempatkan umat agama tertentu. Misalnya tempat pemakaman muslim, isinya jelas kuburan orang muslim semua. Kemudian kuburan pahlawan, isinya hanya makam para pahlawan nasional saja. Sedangkan kuburan atau tempat makam umum bisa ditempati siapa ada yang berdebat sebaiknya seorang jenazah dimakamkan di mana, apakah tempat umum atau khusus muslim? Pada dasarnya petunjuk tersebut diterangkan dengan jelas di dalam hadits shahih yang akan kami bagikan di bawah yang tidak boleh dilupakan adalah mengucapkan doa melewati kuburan ketika masuk ke area pemakaman. Selain mengenai pemilihan tempat, hadits yang akan kami bagikan di bawah ini juga menjelaskan banyak hal penting lain mengenai Hadits Tentang Kuburan1. Kuburan Menakutkan2. Duduk di Atas Kuburan3. Makruh Membangun Kuburan4. Membangun Makam dengan Kubah5. Menghias KuburanDaftar Hadits Tentang KuburanUntuk lebih jelasnya langsung saja silahkan simak kumpulan daftar hadits shahih tentang kuburan ini. Simak ulasannya dalam bahasa Arab, latin, dan terjemahan Indonesia Kuburan Menakutkanمَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ “Tidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkan” HR. Ahmad.2. Duduk di Atas Kuburanﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺠﺼﺺ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺃﻥ ﻳﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ»“Rasulullah shalallahualaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan” HR Muslim.3. Makruh Membangun Kuburanوكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه.“Makruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syara’. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir. Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau di kuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuan” Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Mu’in, hal. 219.يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان – إذا لم يقصد بها الزينة والتفاخر وإلا كان ذلك حراما “Makruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haram” Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 536.4. Membangun Makam dengan Kubahﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺑﻨﺎﺅﻫﺎ ﻭﻟﻮ ﺑﻘبﺔ ﻹﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ. ﻗﺎﻝ اﻟﺤﻠﺒﻲ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﻣﺴﺒﻠﺔ، ﻭﺃﻓﺘﻰ ﺑﻪ“Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata Meskipun di lahan umum”, dan ia memfatwakan hal itu Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137.5. Menghias Kuburanﻗﺎﻝ اﻷﺋﻤﺔ ﻭﺣﻜﻤﺔ اﻟﻨﻬﻲ اﻟﺘﺰﻳﻴﻦ ﺃﻗﻮﻝ ﻭﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ ﻟﻐﻴﺮ ﻏﺮﺽ ﺷﺮﻋﻲ“Para ulama berkata, Hikmah alasan larangan membangun kuburan adalah menghias.’ Saya Umairah katakana, Juga karena menghamburkan harta tanpa tujuan yang dibenarkan syari’at’,” Ahmad al-Barlasi al-Umairah, Hasyiyah Umairah, juz 1, hal. 441.KesimpulanSekian pembahasan dari kumpulan hadits tentang kuburan, hadits tentang rumah seperti kuburan, hadits tentang larangan duduk di atas kuburan, hadits tentang membangun kuburan, hadits tentang menabur bunga di kuburan, hadits tentang duduk diatas kuburan, hadits tentang larangan shalat di masjid yang ada kuburannya, hadits riwayat muslim tentang Hadits Tentang MenabungHadits Shahih Tentang Mencukur AlisBacaan Doa Ziarah Kubur Singkat 2Sedangkan menurut ulama Malikiyyah, makruh hukumnya membangun bangunan di atas kuburan tanah bebas (tidak ada pemilik), atau milik seseorang tapi dengan izin atau di bumi mati (mawat) bila tidak kerena sombong. Dan hukumnya haram jika dibangun di atas kuburan tanah tidak bebas seperti tanah wakaf atau membangun karena sombong. Fatwa Syaikh Abdul Aziz Bin BaazFatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al UtsaiminFatwa Syaikh Abdul Aziz Bin BaazSoalSaya amati di tempat kami sebagian kuburan disemen dengan ukuran panjang sekitar 1 m dan lebar 1/2 meter. Kemudian pada bagian atasnya ditulis nama mayit, tanggal wafat, dan terkadang ditulis juga kalimat seperti “Ya Allah rahmatilah Fulan bin Fulan…”, demikian. Apa hukum perbuatan seperti ini?JawabKuburan tidak boleh dibangun, baik dengan semen cor ataupun yang lainnya, demikian juga tidak boleh menulisinya. Karena ada hadist yang shahih dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam yang melarang membangun kuburan dan menulisinya. Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari hadits Jabir radhiallahu’anhu, beliau berkataنَهَى رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melarang kuburan dikapur, diduduki, dan dibangun”At Tirmidzi dan ulama hadits yang lain juga meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang shahih, namun dengan lafadz tambahanوَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ“dan juga dilarang ditulisi”Karena hal itu termasuk bentuk sikap ghuluw berlebih-lebihan, sehingga wajib itu, menulis kuburan juga beresiko menimbulkan dampak atau konsekuensi berupa sikap ghuluw berlebihan dan sikap-sikap lain yang dilarang syar’iat. Yang dibolehkan adalah mengembalikan tanah galian lubang kubur ke tempatnya lalu ditinggikan sekitar satu jengkal sehingga orang-orang tahu bahwa di situ ada kuburan. Inilah yang sesuai sunnah dalam masalah kuburan yang dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta para sahabatnya radhiallahu’ boleh pula menjadikan kuburan sebagai masjid tempat ibadah, tidak boleh pula menaunginya, ataupun membuat kubah di atasnya. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid tempat ibadah” Muttafaqun alaihiJuga berdasarkan hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Jundub bin Abdillah Al Bajali radhiallahu’anhu, beliau berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika lima hari sebelum hari beliau meninggal, beliau bersabda إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil kekasih-Nya sebagaimana Ia menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku menjadikan seseorang dari umatku sebagai kekasihku, maka aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para Nabi dan orang shalih diantara mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid tempat ibadah, karena sungguh aku melarang kalian melakukan hal itu”Hadits-hadits yang semakna dengan ini sangatlah memohon kepada Allah Ta’ala agar memberikan taufiq kepada muslimin agar senantiasa berpegang teguh dengan Sunnah Nabi mereka Shallallahu’alaihi Wasallam dan tegar di atasnya, serta senantiasa diperingatkan dari segala ajaran yang menyelisihinya. Sesungguhnya Allah itu Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Syaikh Muhammad bin Shalih Al UtsaiminSoalApa hukum membangun kuburan?JawabMembangun kuburan hukumnya haram. Ini telah dilarang oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, karena dalam perbuatan ini ada unsur pengagungan terhadap ahlul qubur si mayit. Perbuatan ini juga merupakan wasilah dan perantara yang membawa kepada penyembahan kuburan tersebut. Sehingga nantinya kuburan tersebut menjadi sesembahan selain Allah. Realita ini sudah banyak terjadi pada bangunan-bangunan kuburan yang sudah ada, dan akhirnya orang-orang berbuat syirik terhadap si mayit penghuni kubur tersebut. Mereka jadi berdoa kepada si mayit selain juga berdoa kepada Allah. Berdoa kepada mayit penghuni kuburan dan ber-istighatsah kepadanya untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan adalah bentuk syirik akbar dan pelakunya terancam keluar dari Yulian PurnamaArtikel Jawabannyatiada lain adalah karena dalam Islam memang mengharamkan untuk membangun dan membina kuburan. Karena dikuatirkan akan membuka pintu perbuatan syirik.Dan ternyata apa yang dikuatirkan tersebut terbukti sekarang ini,bagaimana sikap orang-orang yang jahil terhadap ilmu agama menjadikan kuburnya para wali,ulama dan orang-orang shalih Kelima puluh dua LARANGAN MENDIRIKAN MASJID DI ATAS KUBURAN[1]Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir JawasAhlus Sunnah berkeyakinan bahwa tidak boleh membangun masjid di atas kuburan dan hal ini merupakan kesesatan dalam agama. Di samping itu, perbuatan ini merupakan jalan menuju syirik serta menyerupai perbuatan Ahlul Kitab. Perbuatan tersebut juga akan mendatangkan kemarahan dan laknat Allah Azza wa ini merupakan masalah paling besar yang telah menimpa ummat Islam. Dewasa ini telah banyak masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan dan dibangun juga kubah-kubah di atasnya. Bahkan, tidak sedikit kuburan yang ditinggikan dan dibangun dengan hiasan yang ketinggiannya melebihi tinggi tubuh manusia serta dihias dengan hiasan-hiasan yang mewah, hal tersebut adalah perbuatan orang-orang datang mengunjunginya untuk mencari dan minta berkah, berdo’a memohon kepada penghuninya, menyembelih binatang dan memohon syafa’at serta kesembuhan dari mereka. Perbuatan itu semua termasuk ke dalam syirik akbar. Itulah fakta yang kita dapati dari kebanyakan negeri Islam, di zaman ini yang bisa kita dapati di mana-mana. Dan kiranya tidak perlu kami buktikan kenyataan ini. -Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan dari Allah-.[2]Dari Aisyah Radhiyallahu anhuma bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma menceritakan kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang gereja dengan rupaka-rupaka yang ada di dalamnya yang dilihatnya di negeri Habasyah Ethiopia. Maka, beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabdaأُولَئِكَ قَوْمٌ إِذَا مَاتَ فِيْهِمُ الْعَبْدُ الصَّالِحُ أَوِ الرَّجُلُ الصَّالِحُ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوْا فِيْهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُوْلَئِكَ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.“Mereka itu adalah suatu kaum, apabila ada orang yang shalih atau seorang hamba yang shalih meninggal di antara mereka, mereka bangun di atas kuburannya sebuah tempat ibadah dan mereka buat di dalam tempat itu rupaka-rupaka. Mereka itulah makhluk yang paling buruk di hadapan Allah pada hari Kiamat.”[3]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabdaلَعْنَةُ اللهِ عَلَى الْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ.“Laknat Allah atas Yahudi dan Nashrani, mereka telah menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah.”[4]Dari Jundub bin Abdillah Radhiyallahu anhu berkata “Aku mendengar bahwa lima hari sebelum Nabi Shallallahu alaihi wa sallam wafat, beliau Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabdaإِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللهِ أَنْ يَكُوْنَ لِي مِنْكُمْ خَلِيْلٌ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ.“Sungguh aku menyatakan kesetiaanku kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil kekasih mulia di antara kamu, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai khalil, seandainya aku menjadikan seorang khalil dari umatku, niscaya aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai khalil. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu.’”[5]Yang dimaksud dengan اِتِّخَاذُ الْقُبُوْرِ مَسَاجِدَ yaitu menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid tempat ibadah, mencakup tiga hal, sebagaimana yang disebutkan oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah [6]Tidak boleh shalat menghadap kubur. Hal ini ada larangan yang tegas dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam لاَ تُصَلُّوْا إِلَى الْقُبُوْرِ وَلاَ تَجْلِسُوْا عَلَيْهَا.“Jangan kamu shalat menghadap kubur dan jangan duduk di atasnya.”[7]Tidak boleh sujud di atas boleh membangun masjid di atasnya tidak boleh shalat di masjid yang dibangun di atasnya kuburan.Beliau rahimahullah juga menyebutkan dalam kitabnya, bahwasanya Membangun masjid di atas kubur hukumnya haram dan termasuk dosa besar menurut empat madzhab.[8]Kemudian dikatakan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz rahimahullah dalam fatwanyaHadits-hadits larangan tersebut menunjukkan tentang haramnya membangun masjid di atas kubur dan tidak boleh menguburkan mayat di dalam masjid.[9]Tidak boleh shalat di masjid yang di sekelilingnya terdapat kuburan.[10]Disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnyaSiapa yang mengubur seseorang di dalam masjid, maka ia harus memindahkannya dan mengeluarkannya dari yang mendirikan masjid di atas kuburan, maka ia harus membongkarnya merobohkannya.[11]Disebutkan pula oleh Syaikh Salim bin Ied al-Hilali dalam kitabnya[12], bahwa menjadikan kubur sebagai tempat ibadah termasuk dosa besar, dengan sebabOrang yang melakukannya mendapat laknat yang melakukannya disifatkan dengan sejelek-jelek orang Yahudi dan Nasrani, sedangkan menyerupai mereka hukumnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah menyebutkan di dalam kitabnya, Zaadul Ma’ad[13] “Berdasarkan hal itu, masjid harus dibongkar bila dibangun di atas kubur. Sebagaimana halnya kubur yang berada dalam masjid harus dibongkar. Pendapat ini telah disebutkan oleh Imam Ahmad dan lainnya. Tidak boleh bersatu antara masjid dan kuburan. Jika salah satu ada, maka yang lain harus tiada. Mana yang terakhir didirikan itulah yang dibongkar. Jika didirikan bersamaan, maka tidak boleh dilanjutkan pem-bangunannya, dan wakaf masjid tersebut dianggap batal. Jika masjid tetap berdiri, maka tidak boleh shalat di dalamnya yaitu di dalam masjid yang ada kuburannya berdasarkan larangan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan laknat beliau Shallallahu alaihi wa sallam terhadap orang-orang yang menjadikan kubur sebagai masjid atau menyalakan lentera di atasnya. Itulah dienul Islam yang Allah turunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, meskipun dianggap asing oleh manusia sebagaimana yang engkau saksikan.”[14]Jawaban terhadap syubhat yang ada “Yaitu orang berkata sekarang kita dalam dilema sehubungan dengan makam Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam karena kuburan beliau Shallallahu alaihi wa sallam berada tepat di tengah masjid. Bagaimana menjawabnya?”Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu alaihi was allam ketika meninggal dunia dimakamkan di kamar Aisyah di rumahnya sebelah masjid, dipisahkan dengan tembok dan ada pintu yang beliau Shallallahu alaihi wa sallam biasa keluar menuju masjid. Hal ini adalah perkara yang sudah disepakati para ulama dan tidak ada perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya para Sahabat Radhiyallahu anhum menguburkan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam di kamarnya. Mereka lakukan demikian supaya tidak ada seorang pun sesudah mereka menjadikan kuburan beliau Shallallahu alaihi wa sallam sebagai masjid atau tempat ibadah, sebagaimana hadits dari Aisyah Radhiyallahu anhuma dan yang lainnya.Aisyah Radhiyallahu anhuma berkata “Ketika Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sakit yang karenanya beliau Shallallahu alaihi wa sallam meninggal, beliau Shallallahu alaihi wa sallam اللَّهُ الْيَهُوْدَ وَ النَّصَارَى اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَا جِدَ“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani, karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat peribadahan”Aisyah Radhiyallahu anhuma لاَ ذَلِكَ أُبْرِزَ قَبْرُهُ غَيْرَ أَنَّهُ خُشِيَ أَنْ يُتَّخَذَ مَسْجِدًا“Seandainya bukan karena larangan itu tentu kuburan beliau sudah ditampakkan di atas permukaan tanah berdampingan dengan kuburan para Sahabat di Baqi’. Hanya saja beliau khawatir akan dijadikan sebagai tempat ibadah“[15]Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam لاَ تّجْعَلْ قَبْرِيْ وَثَنَا، لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اِتَّخَذُوْا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ“Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai temp ibadah“[16]Kemudian -Qaddarallahu wa Maasyaa’a Fa’ala- terjadi sesudah mereka apa yang tidak diperkirakan sebelumnya, yaitu pada zaman al-Walid bin Abdul Malik tahun 88H, ia memerintahkan untuk membongkar masjid Nabawi dan kamar-kamar istri Nabi Shallallahu alaihi wa sallam termauk juga kamar Aisyah Radhiyallahu anhuma sehingga dengan demikian masuklah kuburan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ke dalam Masjid Nabawi.[17]Pada saat itu tidak ada seorang Sahabat pun di Madinah an-Nabawiyyah. Sebagaimana penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan muridnya al-Allamah al-Hafizh Muhammad bin Hadi rahimahullah “Sesungguhnya dimasukkannya kamar beliau Shallallahu alaihi wa sallam ke dalam masjid pada masa khilafah al-Walid bin Abdil Malik, sesudah wafatnya seluruh Sahabat Radhiyallahu anhu yang ada di Madinah. Dan yang terakhir wafat adalah Jabir bin Abdillah[18], beliau Radhiyallahu anhu wafat pada zaman Abdul Malik pada tahun 78 H. Sedangkan al-Walid menjabat khalifah tahun 86 H dan wafat pada tahun 96 H. Maka dari itu, dibangunnya renovasi masjid dan masuknya kamar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam terjadi antara tahun 86-96 H.[19]Perbuatan al-Walid bin Abdil Malik ini salah -semoga Allah mengampuninya-.[20]Ibnu Rajab rahimahullah menyebutkan dalam Fat-hul Baari dan juga Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam al-Jawaabul Baahir “Bahwasanya kamar Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tatkala dimasukkan ke dalam masjid, ditutup pintunya, dibangun atasnya tembok lain untuk menjaga agar rumah beliau Shallallahu alaihi wa sallam tidak dijadikan tempat perayaan dan kuburnya tidak dijadikan berhala.”[21]Larangan shalat di masjid yang ada kuburnya atau masjid yang dibangun di atas kubur mencakup semua masjid di seluruh dunia kecuali Masjid Nabawi. Hal tersebut karena Masjid Nabawi mempunyai keutamaan yang khusus yang tidak didapati di seluruh masjid di muka bumi kecuali Masjidil Haram dan Masjidil sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallamصَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram.”[22]صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ.“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid-masjid yang lain, kecuali Masjidil Haram.”[23]صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِيْ هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ، فَصَلاَةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةَ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيْمَا سِوَاهُ.“Shalat di Masjidku ini lebih utama 1000 kali daripada shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram, maka shalat di Masjidil Haram lebih utama kali daripada shalat di masjid yang selainnya.”[24]مَا بَيْنَ بَيْتِيْ وَمِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ وَمِنْبَرِيْ عَلَى حَوْضِي.“Antara rumahku dan mimbarku ada taman dari taman-taman Surga dan mimbarku di atas telagaku.”[25]Dan keutamaan-keutamaan yang lain yang tidak didapati di masjid lainnya. Kalau dikatakan tidak boleh shalat di masjid beliau berarti menyamakan dengan masjid-masjid lainnya dan menghilangkan keutamaan-keutamaan ini dan hal ini jelas tidak boleh.[26]Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah berkata tentang syubhat tersebut[27]Masjid Nabawi itu tidak didirikan di atas kuburan, tetapi masjid didirikan pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi wa Shallallahu alaihi wa sallam tidak dikuburkan di dalam masjid, namun dikubur di dalam rumah beliau Shallallahu alaihi wa rumah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, termasuk pula rumah Aisyah Radhiyallahu anhuma dengan masjid, bukan atas kesepakatan para Sahabat. Hal ini terjadi setelah sebagian besar Sahabat sudah meninggal dunia dan yang masih hidup saat itu tinggal sedikit, kira-kira pada tahun 94 H. Hal ini termasuk masalah yang tidak disepakati semua Sahabat yang masih ada. Yang pasti bahwa sebagian di antara mereka menentang rencana itu, termasuk pula Sa’id bin al-Musayyab[28], dari kalangan Tabi’in. Dia tidak ridha atas hal itu[29].Kuburan beliau Shallallahu alaihi wa salalm tidak berada di dalam masjid Nabawi, meskipun setelah itu masuk di dalamnya, karena kuburan beliau ada dalam ruangan tersendiri yang terpisah dengan masjid, sehingga masjid tidak didirikan di atas kuburan. Karena itu tempat tersebut dijaga dan dilapisi tiga dinding. Dinding-dinding itu berbentuk segi tiga yang posisinya miring dengan arah Kiblat, sedangkan rukun di sisi utara, sehingga orang yang shalat tidak mengarah ke sana, karena bentuknya agak a’lam.[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M] _______ Footnote [1] Lihat pembahasan ini dalam kitab Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil Aqiidah dan Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuur Masaajid oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. I/ Maktabah al-Ma’arif, th. 1422 H. [2] Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil Aqiidah I/259. [3] HR. Al-Bukhari no. 427, 434, 1341 dan Muslim no. 528 bab an-Nahyu an Binaa-il Masaajid alal Qubuuri wa Ittikhadzish Shuwari fiiha wan Nahyu an Ittikhadzil Qubuuri Masaajid Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan dan Larangan Memasang di Dalamnya Gambar-Gambar Serta Larangan Men-jadikan Kuburan Sebagai Masjid dan Abu Awanah I/401. [4] HR. Al-Bukhari no. 435, 436, 3453, 3454, 4443, 4444, 5815, 5816 dan Muslim no. 531 22 dari Aisyah Radhiyallahu anhuma. [5] HR. Muslim no. 532 23 bab An-Nahyu an Binaa-il Masaajid alal Qubuuri wa Ittikhadzis Shuwari fiiha wan Nahyu an Ittikhadzil Qubuuri Masaajid Larangan Membangun Masjid di Atas Kuburan dan Larangan Membuat Patung-Patung serta Larangan Menjadikan Kuburan Sebagai Masjid. [6] Lihat Tahdziirus Saajid min Ittikhaadzil Qubuur Masaajid hal 29-44 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. I/ Maktabah al-Ma’arif/ th. 1422 H. [7] HR. Muslim no. 972 98 dan lainnya dari Sahabat Abu Martsad al-Ghanawi Radhiyallahu anhu. [8] Tahdziirus Saajid hal 45-62. [9] Fataawaa Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz IV/337-338 dan VII/426-427, dikumpulkan oleh Dr. Muhammad bin Sa’ad asy-Syuwai’ir, cet. I, th. 1420 H. [10] Lihat Fataawaa Muhimmah Tata’allaqu bish Shalah hal. 17-18, no. 12 oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz, cet. I, Daarul Fa-izin lin Nasyr-th. 1413 H. [11] Lihat al-Qaulul Mufiid ala Kitaabit Tauhiid I/402 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. [12] Lihat Mausuu’atul Manaahi asy-Syar’iyah I/426. [13] Lihat Zaadul Ma’aad fii Hadyi Khairil Ibaad III/572 tahqiq Syu’aib dan Abdul Qadir al-Arnauth, cet. Mu-assasah ar-Risalah, th. 1412 H. [14] Tentang harus dibongkarnya masjid yang dibangun di atas kubur itu tidak ada khilaf di antara para ulama yang terkenal, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t dalam Iqthidhaa’us Sirathil Mustaqiim II/187. [15] HR. Al-Bukhari no. 1330, Muslim no. 529, Abu Awanah I/399 dan Ahmad VI/80, 121, 255. Perkataan Aisyah Radhiyallahu anhuma ini menunjukkan dengan jelas sebab mengapa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dikuburkan di rumahnya. Beliau Shalallallahu alaihi wa sallam menutup jalan supaya tidak dibangun di atasnya masjid sebagai tempat ibadah. Maka, tidak boleh dijadikan alasan tentang bolehnya mengubur di rumah, karena hal ini menyalahi hukum asal. Menurut Sunnah menguburkan mayat di pekuburan kaum Muslimin. Lihat Tahdziirus Saajid [16] HR. Ahmad II/246, al-Humaidi dalam Musnadnya dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya’. Syaikh Ahmad Muhammad Syakir berkata, “Sanadnya shahih”, Musnad Ahmad VII/173 no. 73520. Diriwayatkan juga oleh Imam Malik I/156 no. 85, dari Atha’ bin Yasar secara marfu’. Hadits ini mursal shahih. Lihat Tahdziirus Saajid [17] Lihat Taariikhuth Thabari V/222-223 dan Taariikh Ibni Katsir IX/74-75. Dinukil dari Tahdziirus Sajid [18] Beliau adalah seorang Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdillah bin Amr bin Haram bin Ka’ab al-Anshari as-Silmi. Seorang yang banyak meriwayatkan hadits dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, ikut dalam bai’at Aqabah dan ikut bersama Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam banyak peperangan. Setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam meninggal, dia membuat halaqah kajian di Masjid Nabawi untuk ditimba ilmunya. Lihat al-Ishaabah I/213 no. 1026. [19] Lihat al-Jawaabul Baahir fii Zuwwaaril Maqaabir hal. 72, Majmuu’ Fataawaa XXVII/419 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, juga Tahdziirus Saajid hal. 79-80 oleh Syaikh al-Albani. [20] Tahdziirus Saajid hal. 86 oleh Syaikh al-Albani [21] Tahdziirus Saajid hal. 91 oleh Syaikh al-Albani [22] HR. Muslim no. 1395 dari Sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma. [23] HR. Al-Bukhari no. 1190, Muslim no. 1394, at-Tirmidzi no. 325, Ibnu Majah no. 1404, ad-Darimi I/330, al-Baihaqi V/246, Ahmad II/256, 386, 468, dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Lihat Irwaa-ul Ghaliil no. 971. [24] Ahmad III/343, 397, Ibnu Majah no. 1406 dari Sahabat Jabir bin Abdillah [25] HR. Al-Bukhari no. 1196, 1888, Muslim no. 1391, Ibnu Hibban no. 3750/ Ta’liiqaatul Hisaan alaa Shahiih Ibni Hibban no. 3742, al-Baihaqi V/246, dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. [26] Lihat Tahdziirus Saajid hal. 178-182. [27] Lihat al-Qaulul Mufiid alaa Kitaabit Tauhiid I/398-399. [28] Nama lengkapnya Sa’id bin al-Musayyab bin Hazan bin Abi Wahhab al-Makh-zumi al-Qurasyi. Dia adalah seorang ahli Fiqih di Madinah. Dia menguasai ilmu hadits, fiqih, zuhud, wara’. Dia orang yang paling hafal hukum-hukum Umar bin Khaththab dan keputusan-keputusannya, wafat di Madinah th. 94 H. Lihat Taqriibut Tahdziib I/364 no. 2403 dan Siyar A’laamin Nubalaa’ IV/217-246, no. 88. [29] Majmuu’ Fataawaa XXVII/420 oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Home /A7. Peranan Masjid Dalam.../Larangan Mendirikan Masjid Di...
Ебυ шиср ዙуւоγВօск ጣֆխχաдоκ
Хоφ փጇηቾφюИйослигεδа օдէжа
Аፗιц υደешዳእΘдаփሤλ пጶማ ፂи
Шеսωςодре τωцЕмուςε ебр σопсуг
Угэթጲչ αԷкոвс ևξըդኁ ըγጺщኗфը
Sepertipembangunan masjid di atas kuburan, di mana banyak terjadi dikalangan asy'ariyyin yang mencetuskan hal yang demikian itu dengan berbagai alasan. Bahkan banyak ummat terdahulu hingga saat ini yang menjadikan kuburan para orang shaleh sebagai masjid. Padahal banyak hadits yang melarang atas pembangunan masjid di atas kuburan. – Salah satu perkara yang seringkali dianggap oleh segenap Umat Islam sebagai perbuatan yang Haram dan bisa mendekatkan orang pada kesyirikan adalah perkara membangun masjid di sisi kuburan atau makam. dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi. DONASI SEKARANG Salah satu Ulama yang menyatakan bahwa Membangun masjid di sisi kuburan sebagai Haram adalah Ibnu Taimiyah, yang kemudian Fatwanya di ikuti oleh kelompok Wahabi yang ada di Indonesia. Ibnu Taimiyah di dalam kitabnya al-Qaidah al-Jalilah halaman 22, menjelaskan bahwa “Nabi melarang menjadikan kuburannya sebagai mesjid, tidak memperbolehkan seseorang di saat waktu-waktu shalat untuk berziarah, shalat dan berdoa di sisi kuburannya, sekalipun maksudnya untuk beribadah kepada Allah. Bisa jadi, mengakibatkan seseorang melakukan doa dan shalat untuk ahli kubur, mengagungkan dan menghormatinya. Atas dasar itu, membangun masjid di sisi kuburan para waliyullah merupakan perbuatan haram. Meskipun, pembangunan mesjid itu sendiri merupakan sesuatu yang ditekankan. Perbuatan seperti itu bisa menjerumuskan seseorang ke dalam perilaku syirik, hukumnya secara mutlak haram”. Fatwa ibnu Taimiyah di atas didasarkan pada dalil-dalil berikut 1. Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani dikarenakan mereka telah menjadikan kubur para nabinya sebagai tempat ibadah”. HR. Bukhari jilid 2 dalam kitab al-Jana’iz, hadis serupa dapat ditemukan dalam kitab Sunan an-Nasa’i jilid 2 hal. 871. 2. Sewaktu, Ummu Habibah dan Ummu Salamah menemui Rasulullah dan berbincang-bincang tentang tempat ibadah gereja yang pernah di lihatnya di Habasyah, Rasulullah Saw. bersabda, “Mereka adalah, kaum yang setiap ada orang saleh dari mereka yang wafat, mereka membangun tempat ibadah di atasnya dan menghadapkan wajahnya hanya ke situ. Mereka di akhirat kelak tergolong makhluk yang buruk di sisi Allah”. Shahih Muslim jilid 2 hal. 66 kitab al-Masajid. 3. Jundab bin Abdullah al-Bajli menyatakan, “Aku mendengar lima hari sebelum Rasulullah SAW wafat, beliau bersabda, Ketahuilah, sesungguhnya sebelum kalian, terdapat kaum yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah. Namun, janganlah kalian melakukan semacam itu. Aku ingatkan hal itu pada kalian’”.Shahih Muslim jilid 1 hal. 378. 4. Diriwayatkan dari Nabi SAW, beliau pernah bermunajat kepada Allah Swt. dengan berkata, “Ya Allah, jangan engkau jadikan kuburku sebagai tempat penyembahan berhala. Allah melaknat kaum yang menjadikan kuburan para nabi sebagai tempat ibadah”. Musnad Ahmad bin Hanbal jilid 2 Berdasarkan dalil-dalil yang disampaikan di atas, para pengikut Wahabi-Salafi akhirnya dijadikan hujjah dan dasar untuk mencela, menghina dan menyebut syirik terhadap pusara Wali songo sembilan atau para Sunan di Indonesia, yang kebanyakan di sisi makam mereka terdapat bangunan masjid. Baiklah, kita menghargai pendapat dan ijtihad mereka dalam hal ini. Namun, terdapat beberapa poin yang harus dapat kita perhatikan untuk mengkritisi dalil mereka ini Hadis dari Ummu Salamah dan Ummu Habibah yang disebutkan di atas tadi, jelas tujuannya dan niat kaum Yahudi dan Nasrani adalah menjadikan kuburan orang-orang saleh sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai kiblat arah ibadah yaitu menghadapkan wajah mereka sewaktu bersujud. Perbuatan yang seperti inilah yang dilarang tegas oleh Rasulullah Muhammad Saw. Adapun, jika membangun masjid di sisi kuburan seorang waliyullah sekedar untuk mengharap berkah dari Allah berperantarakan Wali tersebut. Dalam mensyarah hadis tadi, Al-Baidhawi menyatakan, “Hal itu, karena kaum Yahudi dan Nasrani selalu mengagungkan kuburan para nabi dengan sujud dan menjadikannya sebagai kiblat arah ibadah. Atas dasar inilah, akhirnya Umat Islam dilarang untuk melakukan hal yang sama, karena merupakan perkara syirik yang nyata. Namun, apabila masjid dibangun di sisi kuburan seorang hamba yang saleh dengan niat tabarruk mencari berkah, maka pelarangan yang terdapat pada hadis tadi tidak dapat diterapkan padanya.” Begitu juga sebagaimana dijelaskan As-Sanadi dalam mensyarah kitab Sunan an-Nasa’i jilid 2 hal. 41, ia mengatakan, “Nabi melarang umatnya untuk melakukan perbuatan yang mirip perilaku Yahudi dan Nasrani dalam memperlakukan kuburan para nabi mereka, baik dengan menjadikannya sebagai tempat sujud, pengagungan maupun arah kiblat, serta menghadapkan wajahnya ke arahnya kubur sewaktu ibadah”. Hadis diatas menyebutkan adanya larangan membangun masjid “diatas” kuburan bukan di sisi di samping kuburan. Letak perbedaan redaksi inilah yang kurang diperhatikan oleh kelompok ini dalam berdalil. Selain itu, tidak jelas pula apakah pelarangan dalam hadis itu menjurus kepada hukum haram atau hanya sekedar makruh saja. Hal itu, disebabkan karena Imam Bukhari dalam Kitab sahihnya jilid 2 mengumpulkan hadis-hadis itu dalam bab “apa yang dimakruhkan menjadikan masjid diatas kuburan” ma yukrahu min itikhadz al-Masajid alal Qubur. Ini menjelaskan bahwa hal tersebut sekedar pelarangan yang bersifat makruh yang sepatutnya dihindari, namun bukan juga mutlak dihukumi haram. Syeikh Abdullah Harawi di dalam kitab al-Maqalat as-Saniyah menjelaskan hadis di atas; “Hadis tadi diperuntukkan bagi orang yang hendak melaksanakan ibadah di atas kuburan para nabi dengan niat untuk mengagungkan kuburan mereka. Ini terjadi, jika posisi kuburan itu tampak dan terbuka. Jika tidak, melaksanakan shalat disitu tidak haram hukumnya”. Senada dengan itu, Abdul Ghani An-Nablusi, Seorang ulama Ahlussunnah yang bermazhab Hanafi di dalam kitab al-Hadiqah ast-Tsaniyah jilid 2 hal. 631, menjelaskan; “Jika membangun masjid di sisi kuburan makam orang saleh atau di samping kuburannya yang cuma berfungsi untuk mengambil berkahnya saja, tanpa ada niat untuk mengagungkan menyembahnya, maka hal itu tidak mengapa. Sebagaimana kuburan Nabi Ismail terletak di Hathim di dalam Masjidil Haram, dimana tempat ini adalah sebaik-baik tempat untuk melaksanakan shalat” Hal serupa dijelaskan oleh Allamah Badruddin al-Hautsi di dalam kitab Ziarah al-Qubur hal. 28, “Arti dari menjadikan kuburan sebuah masjid adalah, seseorang menjadikan kuburan sebagai kiblat arah ibadah dan untuknya di laksanakan peribadatan”. Di dalam kitab al-Mu’jam al-Kabirjilid 3 hal. 204, At-Thabrani mengatakan, di dalam masjid Khaif terdapat delapan puluh makam para nabi, padahal mesjid itu sudah ada sejak zaman salafussaleh. Lalu, mengapa para salafussaleh tetap mempertahankan masjid tersebut? Jika itu dianggap sebagai perbuatan syirik haram, maka sepatutnya sejak dulu sudah dihancurkan oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabat mulia beliau. Allah Swt. berfirman di dalam Surah Al Kahfi ayat 21; “Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata, Dirikanlah sebuah bangunan di atas gua mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.’ Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan masjid diatasnya.’” QS. al-Kahfi [18] 21 Memahami ayat di atas, Para ulama tafsir Ahlusunnah wal Jamaah berpendapat, bahwa para penguasa saat itu adalah orang-orang ahli tauhid kepada Allah Swt., bukan orang-orang musyrik penyembah kuburan quburiyun. Sebagaimana yang dijelaskan oleh az-Zamakhsari dalam kitab Tafsir al-Kasyaf jilid 2 Fakhrur-razi dalam kitab Mafatihul Ghaib jilid 21 Abu Hayyan al-Andalusi dalam kitab al-Bahrul Muhith dalam menjelaskan ayat 21 dari surah al-Kahfi tadi dan Abu Sa’ud dalam kitab Tafsir Abi Sa’ud jilid 5 hal. 215. Jelas sekali, mayoritas kaum ahli tauhid monoteis saat itu sepakat untuk membangun masjid di atas makam Ashabul-Kahfi. Al-Quran bukan hanya sekedar kitab cerita, hanya menceritakan peristiwa-peristiwa menarik zaman dahulu tanpa memuat ajaran sebagai pedoman hidup kaum muslimin. Jika kisah pembangunan mesjid di atas makam Ashabul-Kahfi termasuk perbuatan syirik, pastilah Allah Swt. menyindir dan mencela hal itu dalam lanjutan kisah tadi, karena syirik adalah jelas perbuatan yang paling dibenci oleh Allah Swt.. Namun, nyatanya Allah Swt. tidak melakukan teguran baik secara langsung maupun tidak langsung sindiran. Abu Jundal, adalah salah seorang sahabat mulia Rasulullah Saw. dalam catatan Para Ulama sejarah dijelaskan bahwa “Suatu ketika, sepucuk surat Rasulullah sampai ke tangan Abu Jundal. Saat surat itu sampai, Abu Bashir sahabat Rasulullah yang menemani Abu sedang sekarat. Ia wafat dalam posisi menggenggam surat Rasulullah. Lalu Abu Jundal mengebumikan Abu Bashir di tempat itu dan membangun masjid di atasnya.” Kisah di atas, dapat dilihat dalam karya Ibnu Asakir dalam kitab Tarikh Ibnu Asakir jilid 8 atau di dalam kitab al-Isti’ab jilid 4 hal. 21-23 karya Ibnu Hajar. Pertanyaannya kemudian adalah apakah mungkin seorang sahabat mulia Rasulullah seperti Abu Jundal telah melakukan perbuatan syirik? dan Apakah Rasulullah, serta para sahabat tidak tahu akan peristiwa itu? dan Jika itu perbuatan syirik, mengapa Rasulullah Saw. sendiri atau para sahabatnya tidak mememberi teguran kepadanya? Maka dari sini sudah jelas bahwa membangun masjid di sisi kuburan merupakan hal yang diperbolehkan di dalam Islam sebagaimana dalil dari ayat al-Qur’an dan perilaku Salafussaleh, berbeda dengan apa yang diklaimkan oleh kelompok pencela di atas sebelumnya. Bukti lain bahwa di dalam Mesjid Nabawi Madinah, terdapat kuburan manusia termulia di sana, yaitu Rasulullah Saw. sendiri, serta sahabatnya yang mulia Sayidina Abu Bakar dan Sayyidina Umar bin Khattab [ Bahkan di masjid inilah jutaan Umat Islam dari seluruh Dunia mendirikan shalat baik di samping, di belakang, dan di depan kuburan mulia ini. Letaknya pun bukan di sisi tetapi malah di dalam Masjid Nabawi. Kesimpulannya adalah membangun masjid di sisi bukan diatas kuburan manusia mulia para nabi atau wali untuk pencarian berkah, menurut ahlus sunnah wal jama’ah adalah Boleh. Wallahu a’lam. Author Recent Posts Alumni Pondok Pesantren Al-badar Pare-Pare, Mahasantri Pondok Pesantren Yasrib, Watansoppeng
Seseorangbertanya: Di kalangan kami ada di antara pemuka - pemuka sufi yang kerjanya membuat kubah dan bangunan diatas kuburan. Orang - orang meyakini keshalihan dan keberkahan pada mereka. Kalau hal ini tidak disyaria'atkan maka tolong mereka dinasehati karena mereka adalah panutan di tangah - tengah masyarakat.
KUBAH DI ATAS MAKAM NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM Pertanyaan. Ada orang yang menjadikan pembangunan kubah hijau di atas makam Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sebagai alasan untuk memperbolehkan pembangunan kubah di atas makam yang lain, seperti makam orang-orang shalih. Benarkah alasan ini, atau bagaimana membantah mereka?Jawaban Tidak sah beralasan dengan pembangunan kubah di atas makam Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk memperbolehkan pembangunan kubah di makam lainnya, baik orang-orang shalih ataupun bukan. Karena pembuatan kubah yang mereka lakukan di atas makam Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah perbuatan haram, menyebabkan pelakunya berdosa. Karena, bertentangan dengan hadits yang sah dari Abul Hayyaj al Asadi, dia mengatakan Ali Radhiyallahu anhu mengatakan kepadaku أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ Maukah engkau kuutus dengan membawa tugas yang dibebankan kepadaku oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam , yaitu janganlah engkau membiarkan berhala kecuali engkau hancurkan, dan tidak membiarkan kuburan yang tinggi kecuali engkau diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu, dia mengatakan نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam melarang mengapur kuburan, duduk di atasnya serta membangun di atas hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya.Berdasarkan uraian di atas, maka seseorang tidak boleh berhujjah berargumen dengan perbuatan haram sebagian orang untuk memperbolehkan perbuatan haram yang sejenis. Karena, tidak boleh menentang sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dengan perkataan atau perbuatan orang lain. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam adalah penyampai risalah dari Allah Azza wa Jalla . Beliau Shallallahu alaihi wa sallam wajib ditaati dan tidak boleh ditentang, berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; … [al Hasyr/59 7]Dan ayat-ayat lainnya yang memerintahkan agar taat kepada Allah dan taat kepada RasulNya. Juga, karena membangun makam atau membuat kubah di atasnya merupakan salah satu sarana yang bisa menyebabkan munculnya perbuatan syirik terhadap penghuni makam. Maka wajib menutup pintu yang bisa mengantarkan kepada perbuatan Daimah lil Buhuts al Ilmiyah wal Ifta`, Ketua Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Wakil Syaikh Abdurrazaq al Afifi, dan Anggota Syaikh Abdullah bin Qu’ud.[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun X/1427H/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Bahkan kubah yang dibangun di atas kubur Nabi صلى اللهُ عليه وسلم adalah bangunan yang didirikan oleh seorang raja Mesir terakhir yaitu Qaluun Ash-Sholihi yang dikenal dengan Al-Manshur di tahun 678 H. Disebutkan dalam kitab 'Tahqiq An-Nushrah Bitalkhis Ma'alim Dar Al-Hijrah', 'Ini adalah urusan pemerintah, tidak ada Web server is down Error code 521 2023-06-15 220543 UTC What happened? The web server is not returning a connection. As a result, the web page is not displaying. What can I do? If you are a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you are the owner of this website Contact your hosting provider letting them know your web server is not responding. Additional troubleshooting information. Cloudflare Ray ID 7d7e1db7b9541cd2 • Your IP • Performance & security by Cloudflare Kitabisa melihat bagaimana peristiwa yang terjadi di Priuk baru-baru ini. Peristiwa yang sangat disayangkan bagi kita semua. Dua kali peristiwa Priuk MEMBINA KUBAH DAN MASJID DI SISI MAKAM Disediakan oleh Al-haqir Wal- faqir Abd. Raof Nurin Al Bahanji Al-Aliyy. Pondok Tampin NSDK. ألسلام عليكم ورحمة الله وبركتة . Wahabi berdalil dengan serangkaian hadis mengharamkan pembangunan kubah dan masjid di sisi makam berdasarkan beberapa kefahaman daripada hadis ini. Imam Bukhari meriwayatkan dua hadis di dalam Sahihnya pada bab “Makruh menjadikan kuburan sebagai masjid”. Pertama Ketika Hasan bin Hasan bin Ali meninggal dunia, isterinya memasang sebuah kubah di atas kuburan, ketika setahun kemudian ia mengangkatnya kembali, orang –orang mendengar suara teriakkan “Apakah mereka telah menemukan yg hilang?”, Suara yg lain mengjawab “Bahkan mereka berputus asa dan berbalik”. Kedua Allah melaknat orang- orang Yahudi dan Nasrani yg menjadikan kuburan Nabi mereka sebagai masjid. Siti Aishah berkata , jika bukan kerana takut hal itu Makam Nabi akan menjadikan Masjid nescaya kaum muslimin akan menampakkan makam Baginda yakni tidak meletakkan perghalang/tutupan dinding di sekitarnya, hanya saja saya khuatir makamnya dijadikan masjid. Ketiga Dalam sahih Muslim, jilid 2 m/s 68 “ Ketahuilah bahawa orang – orang sebelum kamu menjadikan Makam Nabi – Nabi mereka sebagai Masjid, maka janganlah sekali- kali sekelian kamu menjadikan kubur sebagai masjid, saya mencegah kamu semua dari berbuat begitu.” Keempat Sahih Muslim Kitab Al- Masajid jilid 2 m/s 66 “ Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan , bahawa keduanya melihat lukisan rupa Rasul Allah di sebuah gereja di Habsah yakni ketika mereka berhijrah kesana bersama muhajirin ketika hijrah pertama. Rasullah bersabda “ Mereka adalah golongan orang yg apabila ada orang soleh di kalangan mereka meninggal dunia, mereka membangunkan masjid diatas makam dan melukis lukisan- lukisan tersebut, mereka adalah paling jahat makhluk di sisi Allah di hari kiamat”. Kelima Sunan Nasa`I jilid 3 m/s 77 “ Rasullah melaknat wanita- wanita yg berziarah kekubur , orang- orang yg menjadikannya sebagai masjid serta orang yg menyalakan lampu di tempat tersebut.” Inilah beberapa dalil yg diutarakan oleh golongan Wahabi, sehingga mereka meruntuhkan kubah- kubah yg di bina beratus tahun dan merosakkan sebahagian besar daripada kesan sejarah warisan daripada sahabat Radiallahu Anhum khususnya daripda Rasullah . Sehingga pada hari ini usahkan kelihatan zahirnya tempat-tempat perjalanan peristiwa penting didalam agama, namanya pun hampir tidak kedengaran lagi. Misalnya Telaga Mengambil Wuduk yg berada di sekitar Masjid Nabi Beberapa kesan sejarah yg berada di Badar Al- Kubra yg telah mereka hapuskan. Ini boleh kita dapati dengan membaca dan menelitinya daripada ulasan Pakar Sejarah , Doktor Husain Haikal. Beliau telah menitiskan air mata kesayuan apabila sampai di Badar Al- Kubra, tatkala mendapati tiada satupun kesan zahir yg ketinggalan melainkan telah lenyap- selenyapnya oleh penbenterasan Wahabi. Ibnu Taimiyah adalah orang yg mula- mula menyebarkan keyakinan ini sedang Muhammad bin Abdul Wahab Pengasas Wahabi adalah yg selalu yg mengikutinya. Beliau menafsirkan bahawa tidak boleh membangunkan masjid di atas atau di sebelah makam. Ibnu Taimiyah juga menulis “Bahawa ulamak kita berkata bahawa tidak boleh dibangunkan masjid dikuburan”. Lihat ziarah kubur m/s 106. Tetapi Ibnu Taimiyyah tidaklah sedahsyat Wahabi yg telah berjaya mempraktikkan seluruh idea tersebut. Sekarang marilah kita meneliti matan- matan hadis tersebut sehingga jelas kandungan maksudnya yang sebenar. Hal ini penting yg perlu diperhatikan, sebagaimana kita boleh mendapatkan penerangan bagi kesamaran sesuatu ayat Al-Quran dengan menafsirkannya dengan berdasarkan ayat yg lain, begitu pulalah hadis kita dapati penjelasan sesuatu kesamarannya dengan meneliti tafsirannya pada hadis yg lain. Wahabi dengan kebiasaannya berpegang pada zahir sesuatu hadis, beranggapan bahawa seluruh pembinaan kubah atau masjid di samping makam adalah terlarang dan haram hukumnya sehingga dikatakan syirik. Padahal jika mereka mengumpulkan semua hadis berkenaanNya nescaya akan diketahui maksud Nabi dengan larangan dan laknat pada hadis- hadis tersebut. Untuk mengetahui maksud hadis tersebut secara benar, kita mestilah mengetahui apakah yg telah dilakukan oleh Yahudi dan Nasrani terhadap Makam Nabi-Nabi mereka. Nabi melarang kita berbuat seperti mana halnya perbuatan Yahudi dan Nasrani tersebut dan ianya akan menjadi jelas bentuk larangan dan maksudnya jika kita mengetahui isi perbuatan mereka itu. Dalam hadis- hadis tersebut terdapat bukti bahawa mereka menjadikan Makam- Makam Nabi mereka sebagai KIBLAT . Mereka meninggalkan kiblat yg sebenarnya , lebih jauh daripada itu sebagai mengganti penyembahan terhadap Allah , mereka menyembah Nabi- Nabi mereka, atau paling tidak, mereka menjadikan Nabi- Nabi mereka sebagai SEKUTU TUHAN dalam sembahan. Jika maksud hadis itu adalah larangan menjadikan makam mereka sebagai kiblat atau menjadi sekutu Allah dalam sembahan, Maka tidak menjadi alasan sama sekali berdalil dengan hadis- haids tersebut untuk mengharamkan kubah dan masjid yg dibina di atas atau disisi kubur. Para penziarah tidak pernah menjadikan Makam Para Sahabat dan Tabiin dan Para Ulamak di Ma’la dan Baq`i sebagai tempat sembahan, mereka menyembah Tuhan yg Esa dan menghadap Kaabah ketika sembahyang. Para penziarah yg tentunya terdiri bukan saja daripada awam muslimin bahkan dikalangan Sahabat, Tabi’in , dan Ulamak Solihin , tidak pernahlah tertipu dengan dakwaan Wahabi menziarahi dan membina kubah di kuburan sebagai menyembah kuburan . Ini jelas jika kita memerhatikan pengebumian jenazah didalam masjid atau binaan telah berlaku sejak zaman Rasulullah As Samhudi dalam Wafa ul Wafa jilid 3 m/s 97 “ ketika Fatimah binti Asad meninggal dunia, Nabi memerintahkan menguburkannya di sebuah masjid dan sekarang dikenali sebagai Makam Fatimah. Samhudi juga berkata Mus` ab bin Umair dan Abdullah bin Jahsi telah dimakamkan di masjid yg dibina di atas Makam Hamzah Radiallahuanhu”. Wafa ul Wafa jilid 3 m/s 922 dan 936. Rasulullah sendiri ,telah di Makamkan didalam binaan , yaitu Hujrah Sayyidatina A’yisah Ra, anha dengan Ijmak Para Sahabat Ra,anhum. Dan berbagai lagi dalil yg didapati mengharuskan pembinaan Kubah diatas Makam. Sebahagian Ulamak telah mengemukakan 15 dalil dan hujjah keharusan membina Kubah dan Masjid disisi Makam. Berbalik kepada makna perbahasan hadis tersebut, marilah kita memerhatikan beberapa riwayat hadis sahih yg menjadi tafsiran kepada beberapa hadis yg menjadi dalil kepada Wahabi tersebut. Di antara riwayat hadis tersebut adalah seperti berikut Riwayat hadis Muslim yg keempat hadis yg keempat menjadi penjelasan kepada hadis- hadis yg sebelumnya. Iaitu ketika dua isteri Nabi mengatakan mereka menyaksikan lukisan – lukisan Nabi di dalam gereja Habshah, lantas Nabi bersabda “ Mereka adalah orang- orang yg apabila, orang soleh dikalangan mereka meninggal dunia lantas mereka membuat masjid atasnya dan melukis lukisan- lukisannya di masjid tersebut.” Tujuan meletakkan lukisan di sisi makam mereka adalah untuk bersujud dengan menjadikan lukisan dan makam mereka sebagai kiblat, lebih jauh mereka menjadikan lukisan dan makam sebagai berhala yg disembah. Kemungkinan ini perlu di perhatikan sebab orang –orang Nasrani memiliki kecenderungan yg sangat untuk menyembah manusia dan patung. Dengan adanya kemungkinan yg kuat ini adalah keliru menggunakan hadis- hadis yg tersebut sebagai dalil pengharaman pembinaan masjid diatas atau disebelah makam- makam yg terlepas daripada penyalahgunaan tujuan pembinaannya semacam ini Imam Ahmad didalam Musnad beliau jilid 3 m/s 248, dan Imam Malik didalam Al- Muwatak, kedua Beliau ini telah meriwayatkan daripada Nabi setelah Baginda melarang penyalah gunaan tersebut lalu berdoa” Ya Allah , janganlah kau jadikan KUBURKU sebagai BERHALA yg disembah”. Ayat doa daripada Nabi ini jelas menunjukkan bahawa kesalahan terletak pada memperlakukan kuburan seperti berhala atau kiblat. Hadis Siti Aishah yg kedua, menjelaskan kebenaran ini iaitu setelah menukilkan hadis tersebut daripada Nabi kemudian Siti Aishah berkata “ Jika bukan kerana takut hal itu Makam Nabi dijadikan masjid , nescaya kaum Muslimim akan menampakkan Makamnya tidak menaruh tutupan disekitarnya hanya saja saya khuatir, jika dinampakkan akan di jadikan Masjid.” Jelaslah bahawa tutupan atau penghalang atau tembok yg dibina adalah untuk mencegah orang daripada mendirikan sembahyang diMakam atau menjadikannya berhala atau kiblat. Bukan bermakna semata-mata muthlak larangan membina Masjid sebagaimana yg difahamkan oleh Wahabi. Ini bukanlah satu takwil atau tafsiran yg disangka oleh Wahabi, sebagai menyeleweng daripada maksud sebenar yg mereka jadikan dalil, larangan pembinaan masjid dan kubah disisi makam. Al Allaamah Sindi dalam Ta’liq beliau pada Sunan Nasa i, jilid 2 m/s 41 telah menafsirkan larangan yg dimaksudkan dengan catitan yg bermaksud “Beliau mencegah umatnya daripada perbuatan Yahudi dan Nasrani, kerana mereka sujud di kuburan Nabi- Nabi mereka dengan mengagung- agungkanNya dengan menjadikanNya KIBLAT. Kita perhatikanlah akibat daripada tutupan dari tembok yg terbina di makam Nabi 1 Mencegah orang –orang menjadikannya sebagai berhala dan disembah. Dengan adanya penghalang/ tutupan mereka tidak dapat lagi melihat makam dan dijadikannya sebagai sembahan berhala. 2 Mencegah orang – orang menjadikan makam sebagai kiblat, didalam hal ini menjadikan kiblat bererti melihat makam. Kiblat disini bukanlah bermaksud Ka’bah baik dilihat mahupun tidak, sebab Ka’bah adalah Kiblat rasmi Muslimin sedunia. Adapun menjadikan makam sebagai kiblat, maka khusus bagi mereka yg mendirikan sembahyang didalam Masjid Baginda Penyelewengan- penyelewengan sedemikian lebih mungkin terjadi apabila Makam telah ternampak sebagaimana dikhuatirkan oleh Siti Aishah Ra, ha.. 3 Para pensyarah Kitab Sahih Bukhari dan Muslim menafsirkan hadis tersebut seperti yg kita huraikan. Tidaklah kita menyelewengkan sedikitpun tafsiran seperti yg telah didakwa oleh Wahabi. Imam Al Qastalani didalam Kitab Irsyad AsSari syarah Sahih Bukhari berkata, ”Orang- orang Yahudi dan Nasrani, untuk menghidupkan peringatan pada sesepoh orang-orang tua mereka , memasang lukisan disisi makam- makam mereka dan menyembah Allah disebelahnya. Namum para penerus setelah mereka kerana godaan syaitan, menyembah lukisan tersebut.” Kemudian Al Qastalani menukilkan dari Tafsir Baidhowi, “ Dikeranakan kaum Yahudi dan Nasrani bersujud di Makam Nabi mereka untuk mengagungkannya serta menjadikannya sebagai berhala maka kaum Muslimin dilarang daripada melakukan hal seperti itu. Adapun jika seseorang , atas dasar ingin bertabarruk membangun masjid disebelah Makam Orang Soleh, bukan untuk menyembahnya dan bukan nya untuk menghadapnya ketika sembahyang, maka ia tidak termasuk didalam ancaman ini.” Imam Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Kitab Fathul Bari mendokong Tafsiran ini dan berkata, “ Yg dilarang adalah kondisi kubur, seperti yg berlaku dikalangan Ahli Kitab, jika BUKAN DEMIKIAN MAKA TIDAK DILARANG.” Dalam syarah Muslim m/s 13 juzuk 5 Darul Saqafiah Al- Arabiah Fil Bait, Imam Nawawi mengkomentari hal ini dengan berkata, “ Sesungguhnya Nabi melarang umatnya dari menjadikan makam beliau dan makam lain beliau sebagai masjid, hal itu dikeranakan agar Muslimin tidak berlebih- lebihan dalam mengagungkan sehingga terfitnah dengannya, maka barangkali membawa kepada kekufuran SEBAGAIMANA YG TELAH BERLAKU PADA KEBANYAKAN PADA UMAT- UMAT YG TERDAHULU. Ketika berhajat Para Sahabat Radiallahu ta’ala dan Para Tabi’in membesarkan masjid bila mana muslimin bertambah ramai, dan bertambah melebar luas masjid sehingga termasuklah rumah para Ummahatul Mukminin didalam masjid dan sebahagian daripadanya ialah bilik Siti Aishah R,anha yg dimakamkan didalamnya Rasulullah dan Dua Orang Sahabat Baginda, mereka Para Sahabat dan Tabiin telah membina benteng tinggi yg bulat mengelilingi makam agar tidak kelihatan dari masjid, yg mana mungkin menyebabkan bersembahyang BAGINYA MENGHADAPNYA OLEH ORANG- ORANG AWAM YG MEMBAWA KEPADA PERKARA YG TERLARANG. Kemudian mereka juga membina dua dinding di dua tiang kubur dipihak kiri dan tepi keduanya hingga bertemu, sehingga tidak memungkinkan seseorang menghadap ke arah kubur. Kerana sebab inilah apa yg telah disabdakan oleh Nabi didalam hadis. Perkataan Siti Aishah mengisyaratkan kenyataan ini, “ Jikalau tidaklah demikian itu , nescaya dinyatakan kelihatan kuburnya Nabi hanyalah kerana ditakuti bahawa dijadikan dia masjid.” Waallhu taala bi sawab Pensyarah lain pula berkata, perkataan Siti Aishah adalah berkaitan dengan masa sebelum perluasan masjid. Adapun setelah perluasan masjid dan biliknya dimasukkan didalam masjid , maka bilik tersebut dijadikan berbentuk segitiga hingga orang tidak sembahyang dimakam Nabi Kemudian berkata pensyarah tersebut , golongannya Nasrani dan Yahudi menyembah Para Nabi disebelah makam mereka dan menjadikan mereka sebagai sekutu Allah. Dengan konteks dan pemahaman para pensyarah hadis tersebut , tidak memungkinkan adanya permahaman – pemahaman yg lain dan mereka berfatwa pula dengannya. Jikalau Wahabi ingin berbahas dengan matan hadis secara ilmu mengikut mantik , balaghah dan nahu saraf dan alat- alatnya dipersilakan jika mereka mahu berbuat demikian. InsyaAllah sekadar yg kefahaman yg dianugerahkan Allah akan kita sambut dengan senang hati. Sekarang kita berpaling dari konteks pemahaman hadis tersebut, dan menghuraikan permasalahan di sudut yg lain pula. Bahawa hadis tersebut berkenaan dengan masjid dan kubah yg dibangunkan diatas kuburan . Ini adalah hal yg berkaitan dengan bangunan dan kubah diatas makam yg mulia. Sedangkan dikebanyakan tempat yg dijumpai , masjid dibangun disebelah makam para Imam, seperti Imam Syafi`e, Sheikh Abdul Qadir Jalani dan ada yg terpisah bangunan masjid dari kuburnya dan ada yg dipisahkan oleh bilik yg khas . Maka dalam konteks Pembinaan Masjid yg terlarang ,jika menurut kefahaman wahabi ,adalah tidak termasuk dalam kategori tersebut. Bagaimana boleh kita katakan , membina masjid disamping kuburan hukumnya haram, kerana semua orang menyaksikan masjid Nabi berada disamping makam beliau. Jika dikatakan Masjid Nabi hukumnya adalah khusus pada masjid Nabi sahaja, dan pula terbina Masjid Nabi saw lebih dahulu dari adanya Makam Baginda saw. Maka dijawab Dimana diambil dalil pengkhususan dan pengecualian tersebut jika hanya berdasarkan hadis-hadis yg telah dibahaskan tersebut yg dilalahnya menunjjukkan keumuman larangan?. Mengapa Makam Kedua Sahabat termasuk dalam binaan,padahal keduanya bukan Nabi?. Dan jika terdahulunya terbina Masjid dari keberadaan Makam sebagai hujjah ,mengapa sahabat memahamkam boleh dibinakan Masjid sehingga meliputi Makam ?. Jika para sahabat, merupakan teladan yg harus diikuti, kenapa didalam masalah ini kita membantahi mereka?. Mengapa mereka membiarkan saja kehendak Saidina Abu Bakar dan Umar rahuma untuk di semadikan di binaan bersama Nabi saw?. Mereka yg telah memperluaskan masjid hingga makam Nabi dan sahabatnya berada ditengah- tengah masjid. Jika benarlah membangunkan masjid disisi makam tidak dibolehkan, mengapakan muslimin memperluaskan masjid Nabi dari semua arah sehinggakan makamnya berada ditengah- tengah. Adakah mereka dikata kan tidak faham atau tidak menghiraukan kebimbangan Siti Aisyah rha.?. Atau membantahi Rasul Nya Padahal dahulunya masjid berada disudut timur makam, dikeranakan perluasan, bahagian barat dan hadapan termasuk didalam masjid. Mengapa tidak diperluaskan hanya arah yg tidak melibatkan Makam?. Sebenarnya riwayat tersebut hanya menjelaskan kepada kita bahwa Nabi saw melarang pembangunan masjid diatas atau disisi makam/ kubur. Tetapi tidak ada dalil yg pasti, menunjukkan larangan tersebut adalah haram. Itu pun hanya berdasarkan illah-illah yg tertentu. Adalah kemungkinan larangan tersebut adalah bererti Tanzih atau makruh, sebagaimana yg telah ditafsirkan oleh Al Bukhari didalam bab “Dimakruhkan membuat masjid diatas kuburan”. Sahih Bukhari jilid m/s 111. Soalnya mengapakah hanya Hukum Makruh yg dicatit Al Bukhary ,tidak Haram?. Tentulah ada sesuatu sebab sehingga terjadinya penghukuman yg tidak putus keharamannya, sebagaimana yg dibahas dalam Ilmu Usul Fiqah. . Wahabi telah mencari dalih untuk menghancurkan kubah di Ba`qi dengan alasan bahawa tanah di Ba`qi adalah tanah wakat, dengan sedemikian semestinya segenap inci digunakan . Segala sesuatu yg bersifat kekal mestilah di hapuskan termasuklah bangunan di atas makam keluarga Rasullah kerana hal tersebut mengurangi manfaat tanah wakaf tersebut. Jadi kesemua tiang , tembok , bangunan, tembok kubah pada makam- makam semestinya di hilangkan agar maksud terlaksana. Ini hanyalah helah Wahabi , realitinya jika tidak berdalil pun ,mereka akan menghancurkan semahunya. Kerana dasar inilah mereka mencari dalil dan mendakwa tanah di Ba`qi adalah wakaf, padahal itu adalah prasangka sahaja. Tidak ada kitab sejarah atau hadis, tanah Ba`qi adalah wakaf, yg ada memperkirakan Ba`qi sebagai tanah yg mati. Masyarakat Madinah memakamkan ahli mereka disana. As Samhudi didalam Wafaul Wafa menulis, bahwa orang pertama dimakamkan di Ba`qi adalah Usman bin Maz`un. Ketika putera Nabi Saidina Ibrahim wafat, Baginda memerintah agar dikebumikan disebelah Usman bin Maz`un. Mulai saat itu orang memakamkan mayat mereka di Ba`qi. Mereka menebang pokok- pokok dan membahagikan tempat untuk kabilah mereka . Selanjutnya dikatakan bahawa di tanah Ba`qi terdapat pokok yg bernama Gharqad adalah pokok yg terdapat dipadang pasir di Madinah dan tumbuhnya dijarak yg berjauhan . Dari kenyataan tersebut, Ba`qi adalah tanah mati, bukannya tanah wakaf. Dikeranakan makamnya seorang sahabat disana, orang- orang menjadikan kuburan. Samhudi juga meriwayatkan Nabi juga memakamkan tubuh Saad bin Mu`az di rumah Ibnu Aflah yg mempunyai KUBAH dan BANGUNAN di Ba`qi. Wafaul Wafa jilid 2 m/s 84. Wallahu a’lam Membangunkubah diatas kuburan adalah haram. ini adalah keyakinan kaum - 24556965 feninamhr10 feninamhr10 26.09.2019 B. Arab Sekolah Menengah Pertama terjawab Membangun kubah diatas kuburan adalah haram. ini adalah keyakinan kaum a. najjariyah b. wahabi c. ahlussunah waljamaah
Setiap disebutkan kata kuburan, umumnya yang terlintas dalam benak pikiran adalah rasa takut, khawatir, dan cemas. Perasaan inilah yang oleh sebagian kalangan ingin ditepis dan dihilangkan dengan cara membuat kuburan tampak terlihat ramah dengan dibangun dikijing dan diperindah agar orang yang melewati kuburan menjadi lebih tenang dan tidak takut. Bahkan ada juga yang mengecat kuburan dengan beraneka warna, hingga kuburan yang awalnya menyeramkan, justru dipandang sebagai objek seni yang indah. Lantas bagaimana syariat menyikapi realitas tersebut? Rasulullah pernah bersabda dalam salah satu haditsnya مَا رَأَيْتُ مَنْظَرًا قَطُّ إِلَّا وَالْقَبْرُ أَفْظَعُ مِنْهُ “Tidak aku lihat pemandangan, kecuali kuburanlah yang paling menakutkan” HR. Ahmad. Berdasarkan hadits tersebut, kuburan sejatinya memang dicirikan sebagai tempat yang menyeramkan. Hal ini tak lain ditujukan agar orang yang melihat dan menziarahi kuburan dapat mengambil iktibar dari keadaan orang yang telah meninggal, sehingga ia semakin bertambah ketakwaannya dan semakin mempersiapkan bekal dalam menghadapi kematian. Tidak heran jika Rasulullah melarang membangun kuburan dan memperindahnya dengan diplester. Dalam hadits dijelaskan ﻧﻬﻰ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺠﺼﺺ اﻟﻘﺒﺮ، ﻭﺃﻥ ﻳﻘﻌﺪ ﻋﻠﻴﻪ، ﻭﺃﻥ ﻳﺒﻨﻰ ﻋﻠﻴﻪ» “Rasulullah shalallahu alaihi wasallam melarang untuk memplester kuburan, duduk di atasnya dan membangun kuburan” HR Muslim. Larangan dalam membangun kuburan jawa mengijing ini oleh para ulama diarahkan pada hukum makruh ketika tidak ada hajat dan jenazah dikuburkan di tanah milik pribadi. Berbeda halnya jika mayit dikuburkan di pemakaman umum, maka hukum membangun kuburan adalah haram dan wajib untuk membongkar bangunan tersebut, sebab akan berdampak pada memonopoli tanah yang sebenarnya digunakan secara umum. Dalam kitab Fath al-Mu’in dijelaskan وكره بناء له أي للقبر أو عليه لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو هدم سيل. ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين بما لا غرض فيه. “Makruh membangun kuburan, sebab adanya larangan syara’. Kemakruhan ini ketika tanpa adanya hajat, seperti khawatir dibongkar, dirusak hewan atau diterjang banjir. Hukum makruh membangun kuburan ini ketika mayit di kubur di tanah miliknya sendiri, jika membangun kuburan dengan tanpa adanya hajat atau memberi kubah pada kuburan ini di pemakaman umum, yakni tempat yang biasa digunakan masyarakat setempat untuk mengubur jenazah, baik diketahui asalnya dan keumumannya atau tidak, atau di kuburkan di tanah wakaf, maka membangun kuburan tersebut hukumnya haram dan wajib dibongkar, sebab kuburan tersebut akan menetap selamanya meski setelah hancurnya mayit, dan akan menyebabkan mempersempit umat muslim tanpa adanya tujuan” Syekh Zainuddin al-Maliabar, Fath al-Mu’in, hal. 219. Di samping itu, kemakruhan membangun kuburan di tanah pribadi ini hanya berlaku ketika tujuan dari membangun bukan untuk menghias tazyin atau mempermegah kuburan. Misal karena bertujuan menandai kuburan satu dengan yang lainnya, atau tidak bertujuan apa-apa, hanya sebatas ingin membangun saja. Jika tujuan dari membangun adalah menghias dan memegahkan kuburan, maka hukum membangun ini meningkat menjadi haram. Seperti yang disampaikan dalam kitab al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah يكره أن يبنى على القبر بيت أو قبة أو مدرسة أو مسجد أو حيطان - إذا لم يقصد بها الزينة والتفاخر وإلا كان ذلك حراما “Makruh membangun pada kuburan sebuah ruang, kubah, sekolah, masjid, atau tembok, ketika tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan, jika karena tujuan tersebut, maka membangun pada makam dihukumi haram” Abdurrahman al-Jaziri, al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, juz 1, hal. 536. Perincian hukum membangun pada kuburan di atas, dikecualikan ketika mayit adalah orang yang shaleh, ulama atau dikenal sebagai wali kekasih Allah, maka boleh makam tersebut diabadikan dengan dibangun agar orang-orang dapat berziarah dan bertabarruk pada makam tersebut. Meskipun makam orang soleh ini berada di pemakaman umum. Dalam Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin ﻗﺒﻮﺭ اﻟﺼﺎﻟﺤﻴﻦ ﻳﺠﻮﺯ ﺑﻨﺎﺅﻫﺎ ﻭﻟﻮ ﺑﻘبﺔ ﻹﺣﻴﺎء اﻟﺰﻳﺎﺭﺓ ﻭاﻟﺘﺒﺮﻙ. ﻗﺎﻝ اﻟﺤﻠﺒﻲ ﻭﻟﻮ ﻓﻲ ﻣﺴﺒﻠﺔ، ﻭﺃﻓﺘﻰ ﺑﻪ “Makam para ulama boleh dibangun meskipun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah dan mencari berkah. Al-Halabi berkata Meskipun di lahan umum”, dan ia memfatwakan hal itu Syekh Abu Bakr Muhammad Syatha, Hasyiyah Ianah Ath-Thalibin, juz 2, hal. 137. Alasan di balik pelarangan membangun kuburan ini adalah karena dalam membangun kuburan terdapat unsur menghias kuburan atau mempermewah kuburan. Selain itu, menurut Imam al-Qulyubi, membangun kuburan merupakan bentuk menghambur-hamburkan harta tanpa adanya tujuan yang dibenarkan oleh Syara’, seperti disampaikan dalam kitab Hasyiyah Umairah ﻗﺎﻝ اﻷﺋﻤﺔ ﻭﺣﻜﻤﺔ اﻟﻨﻬﻲ اﻟﺘﺰﻳﻴﻦ ﺃﻗﻮﻝ ﻭﺇﺿﺎﻋﺔ اﻟﻤﺎﻝ ﻟﻐﻴﺮ ﻏﺮﺽ ﺷﺮﻋﻲ “Para ulama berkata, Hikmah alasan larangan membangun kuburan adalah menghias.’ Saya Umairah katakana, Juga karena menghamburkan harta tanpa tujuan yang dibenarkan syari’at’,” Ahmad al-Barlasi al-Umairah, Hasyiyah Umairah, juz 1, hal. 441. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membangun kuburan mengijing hukum asalnya adalah makruh ketika dibangun di tanah pribadi, selama tidak bertujuan untuk menghias dan memegahkan kuburan. Sedangkan jika kuburan berada di tanah milik umum, maka hukum membangunnya adalah haram dan wajib untuk dibongkar. Perincian hukum ini, dikecualikan ketika makam tersebut adalah makam ulama atau orang yang saleh, maka boleh dan tidak makruh membangun makam tersebut agar dapat diziarahi oleh khalayak umum. Setelah mengetahui perincian hukum tersebut, alangkah baiknya tatkala kita melihat salah satu makam keluarga kita yang berada di pemakaman umum bukan tanah pribadi dan masih saja di bangun dikijing, agar secara sukarela membongkarnya demi kemaslahatan bersama. Sebab pemakaman umum berlaku untuk masyarakat secara umum, bukan monopoli perseorangan, apalagi sampai mengurangi kapasitas pemakaman masyarakat setempat karena banyaknya kuburan yang dibangun. Namun dalam penerapan hal demikian pada kuburan orang lain yang bukan keluarga kita, alangkah baiknya jika hukum demikian disampaikan secara santun dan bijaksana, sebab hal ini merupakan persoalan yang sensitif. Apabila dirasa ketika hukum demikian disampaikan kepada orang lain dan diyakini menyebabkan perpecahan dan kemudaratan yang lebih besar daripada maslahat yang ada, maka lebih baik tidak disampaikan, dengan tetap berusaha mengupayakan cara yang lebih baik. Wallahu a’lam. Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Dewasaini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi'i yang sudah mapan.
Teks Jawaban Sejarah Kubah Hijau Kubah yang ada di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, dahulu tidak ada hingga abad ketujuh. Yang pertama kali membangunnya adalah Sultan Qalawun. Dahulu berwarna kayu, kemudian berwarna putih, biru dan hijau. Dan warna hijau yang berlanjut hingga sekarang. Ustadz Ali Hafid hafizahullah berkata “Belum pernah ada kubah di atas kamar yang suci kuburan Nabi. Dahulu di atap masjid yang sejajar dengan kamar ada kayu memanjang setengah ukuran orang untuk membedakan antara kamar dengan sisa atap masjid lainnya. Sulton Qalawun As-Shalihi yang pertama kali membuat kubah di atas kuburan tersebut. Dikerjakan pada tahun 678 H, berbentuk empat persegi panjang dari sisi bawah, sedangkan atasnya berbentuk delapan persegi dilapisi dengan kayu. Didirikan di atas tiang-tiang yang mengelilingi kamar, dikuatkan dengan papan dari kayu, lalu dikuatkan lagi dengan tembaga, dan ditaruh di atas kayu dengan kayu lain. Kubah tersebut diperbarui pada zaman An-Nasir Hasan bin Muhammad Qalawun, kemudian papan yang ada tembaganya retak. Lalu diperbarui dan dikuatkan lagi pada masa Al-Asyraf Sya’ban bin Husain bin Muhammad tahun, 765 H. Akan tetapi ada kerusakan, dan diperbaiki pada zaman Sultan Qaytabai tahun 881 H. Rumah dan kubah terbakar pada waktu kebakaran Masjid Nabawi tahun 886 H. Pada zaman Sultan Qaytabai tahun 887 H, kubahnya diperbarui. Dan dibuat pondasi yang kuat di tanah Masjid Nabawi, dibangun dengan kayu dengan puncak ketinggian. Setelah kubah selesai seperti yang telah dijelaskan, ternyata bagian atasnya koyak kembali. Ketika merasa tidak mungkin lagi dipugar, Sultan Fayyabi memerintahkan untuk menghancurkan bagian atasnya. Lalu diulangi lagi pembangunannya lebih kuat dengan semen putih. Dan selesai dengan kokoh dan kuat pada tahun 892 H. Pada tahun 1253 H Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani mengeluarkan perintah untuk mengecat kubah dengan warna hijau. Beliaulah yang pertama kali mengecat kubah dengan warna hijau. Kemudian cat tersebut terus menerus diperbarui setiap kali dibutuhkan, sampai hari ini. Dinamakan kubah hijau setelah dicat hijau. Dahulu dikenal dengan Kubah Putih, Fayha dan Kubah Biru.” Fushul Min Tarikh Al-Madinah Al-Munawwarah, Ali Hafiz, hal. 127-128 Kedua Hukumnya Para ulama peneliti -dahulu dan sekarang- telah mengingkari bangunan kubah dan pengecatannya. Semua itu karena mereka mengetahui bahwa pengingkaran tersebut dapat mencegah peluang yang banyak yang mengkhawatirkan lahirnya tindakan kesyirikan. Di antara ulama-ulama tersebut adalah; 1. Imam Ash-Shan’any rahimahullah dalam kitab Tathirul I’tiqadat’, berkata, 'Kalau anda katakan, bahwa pada kuburan Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam telah dibangun kubah yang agung dengan biaya yang sangat besar, maka saya katakan, ini merupakan kebodohan besar tentang hakikat sebuah keadaan. Sesungguhnya kubah tersebut tidak dibangun oleh beliau Nabi sallallahu alaihi wa sallam, para shahabat, para tabiin, para tabiit tabi’in, tidak juga para ulama umat dan pemimpin agamanya. Akan tetapi kubah yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tersebut adalah bangunan yang didirikan salah seorang raja Mesir terakhir yaitu Qalawun As-Salihi yang dikenal dengan Raja Al-Mansur pada tahun 678 H. Disebutkan dalam kitab Tahqiq An-Nushrah Bitalkhis Ma’alim Dar Al-Hijrah’, 'Ini adalah urusan pemerintah, tidak ada kaitannya dengan dalil.' 2. Para ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya “Ada orang yang berhujjah berargumen bahwa adanya bangunan kubah hijau di atas kuburan yang mulia di Masjid Nabawi menunjukkan dibolehkannya membangun kubah di atas kuburan-kuburan lain seperti orang-orang shaleh dan lainnya. Apakah hujjah ini dibenarkan atau bagaimana cara menyangkalnya?. Mereka menjawab “Hujjah argumen orang yang membolehkan membangun kubah di atas kuburan orang saleh yang telah wafat, dengan adanya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidaklah benar. Karena tindakan mereka yang membangun kubah di atas kuburannya sallallahu’alaihi wa sallam merupakan perbuatan haram dan pelakunya berdosa, karena menyalahi riwayat dari Abi Al-Hayyaj Al-Asadi yang berkata, 'Ali bin Abi Tholib radhiallahu anhu berkata kepadaku ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan biarkan kuburan tinggi kecuali engkau ratakan." Dari Jabir radhiallahu anhu, dia berkata نَهَى النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيهِ ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيهِ رواهما مسلم "Nabi sallallahu’alaihi wa sallam melarang kuburan ditembok, diduduki dan dibangun di atasnya." HR. Muslim Maka tidak sah seseorang berhujjah dengan prilaku sebagian orang yang diharamkan dengan melakukan prilaku yang sama yang diharamkan juga. Karena tidak dibolehkan menyalahi sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dengan bersandar perkataan atau perbuatan seorang pun. Karena beliau sallallahu’alaihi wasallam sebagai penyampai dari Allah Subhanahu wata’ala yang wajib ditaati dan tidak boleh menyalahi perintahnya. Berdasarkan firman Allah Azza wa jalla وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا سورة الحشر 7 “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” QS. Al-Hasyr 7 Dan ayat-ayat lain yang memerintahkan taat kepada Allah dan kepada RasulNya. Di samping itu, karena membangun kuburan dan menjadikan kubah di atasnya merupakan salah satu sarana kesyirikan terhadap penghuninya, maka pintu ke arah sana harus ditutup sebagai antisipasi mencegah perbuatan syirik.’ Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Qa’ud Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 9/83-84 3. Para ulama’ Al-Lajnah ad-Daimah mengomentari juga ”Berdirinya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alahi wasallam bukan sebagai hujjah bagi yang mecari dalil untuk itu dalam membangun kubah di atas kuburan para wali dan orang-orang shaleh. Karena adanya kubah di atas kuburannya, bukan atas wasiat dari beliau sallallahu’alaihi wa sallam, juga bukan prilaku para shahabat radhiallahu’anhum, bukan juga para tabiin, juga bukan perbuatan seorang pun dari para imam yang mendapatkan petunjuk di abad-abad permulaan yang disaksikan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sebagai generasi terbaik. Sssungguhnya hal itu merupakan prilaku ahli bid’ah. Telah menjadi ketetapan Nabi sallallahu’alahi wa sallam dalam sabdanya “Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama kami yang tidak ada ajarannya maka ia tertolak.” Begitu pula telah ada ketetapan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau berkata kepada Abu Al-hayyaj ”Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam mengutusku; Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan ada kuburan tinggi kecuali engkau telah ratakan.” HR. Muslim Tidak ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam membangun kubah di atas kuburannya, juga tidak ada ketetapan dari para imam yang terbaik. Justeru ketetapan yang ada adalah membatalkan akan hal itu. maka selayaknya seorang muslim tidak tergantung dengan apa yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah dengan membangun kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam.” Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/264, 265 4. Syekh Syamsuddin Al-Afghany rahimahullah berkata ”Al-Allamah Al-Khojnadi 1379 H berkata dalam menjelaskan sejarah pembangunan kubah hijau yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, 'Setelah diteliti, dia adalah bid’ah yang dilakukan melalui tangan-tangan sebagian penguasa yang tidak paham dan keliru yang jelas-jelas menyalahi hadits shahih muhkam yang jelas mengandung hukum dan jelas. Karena ketidak tahuan tentang sunnah serta sikap berlebih-lebihan dan mengikuti orang Kristen yang sesat dan bingung. Ketahuilah, bahwa hingga tahun 678 H, kubah di atas kamar nabi yang di dalamnya ada kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah ada. Akan tetapi, hal tersebut baru dibangun oleh Raja Ad-Zahir Al-Mansur Qalawun As-Sholihi pada tahun itu 678 H. Maka dibangunlah kubah itu. Saya katakan ”Sesungguhnya dia melakukan hal itu karena melihat di Mesir dan Syam hiasan pada gereja orang Kristen. Maka dia menirunya karena tidak tahu terhadap perintah Nabi sallallahu’alahi wa sallam dan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana Al-Walid menirunya dalam menghias masjid. Maka berhati-hatilah. Wafa AL-Wafa. Tidak diragukan lagi bahwa prilaku Qalawun ini –dengan tegas menyalahi hadits shahih dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Akan tetapi kebodohan adalah bencana yang besar. Dan berlebih-lebihan dalam mencintai dan mengagumkan adalah bencana yang mengerikan. Meniru orang-orang asing non Islam adalah penyakit yang memusnahkan. Maka kami berlindung kepada Allah dari kebodohan, berlebih-lebihan dan dari meniru orang-orang asing.” Juhud Ulama’ Al-Hanafiyah Fi Ibtol Aqoidil AL-Quburiyyah, 3/1660-1662 Ketiga Sebab Tidak Dihancurkannya. Para ulama menerangkan hukum agama terkait membangun kubah. Pengaruh dari perbuatan bid’ah ini sangat jelas bagi para pelaku bid’ah, mereka menjadi sangat tergantung dengan bangunan tersebut, baik bentuk maupun warnanya. Pujian dan penghormatan mereka telah banyak melahirkan nazam syair maupun natsar prosa. Untuk mengatasi hal ini yang ada tingal realisasi dari pemerintah, dan ini bukan pekerjaan para ulama. Boleh jadi, penghalang bangunan tersebut tidak dihancurkan adalah agar tidak terjadi fitnah, dan khawatir terjadi kekacauan di kalangan awam karena ketidaktahuan mereka. Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa kalangan awam di tengah masyarakat dapat sampai pada tindakan pengagungan terhadap kubah tersebut tak lain karena ajaran dan arahan para ulama sesat dan para pemimpin bid’ah. Mereka inilah yang membuat kekacauan terhadap dua negeri yang suci Mekkah dan Madinah serta terhadap aqidah dan manhajnya. Karena telah banyak sekali prilaku yang sesuai dengan agama di kami yang menyalahi bid’ah mereka. Yang jelas, hukum agama telah tampak dengan jelas. Tidak dihancurkannya kubah tersebut bukan berarti dibolehkan membangunnya, baik di situ maupun di kuburan manapun. Syekh Shaleh Al-Ushaimi hafizahullah berkata “Sesungguhnya berdirinya kubah tersebut selama delapan abad, bukan berarti dia dibolehkan. Juga bukan berarti jika didiamkan bermakna setuju atau dalil membolehkan. Seharusnya penguasa umat Islam menghilangkannya, dan mengembalikan kondisinya seperti waktu kenabian, yaitu dengan menghilangkan kubah, hiasan dan dekorasi dalam masjid. Terutama pada Masjid Nabawi, jika hal itu tidak berdampak fitnah yang lebih besar. Akan tetapi, jika berdampak fitnah lebih besar, maka penguasa harus berhati-hati disertai keinginan kuat untuk menghancurkannya jika memungkinkan. Bida Al-Qubur, Anwa’uha Wa ahkamuha, Wallahu’alam .
.
  • o945czq9cy.pages.dev/511
  • o945czq9cy.pages.dev/730
  • o945czq9cy.pages.dev/761
  • o945czq9cy.pages.dev/29
  • o945czq9cy.pages.dev/915
  • o945czq9cy.pages.dev/710
  • o945czq9cy.pages.dev/525
  • o945czq9cy.pages.dev/266
  • o945czq9cy.pages.dev/782
  • o945czq9cy.pages.dev/533
  • o945czq9cy.pages.dev/628
  • o945czq9cy.pages.dev/457
  • o945czq9cy.pages.dev/897
  • o945czq9cy.pages.dev/489
  • o945czq9cy.pages.dev/298
  • membangun kubah diatas kuburan adalah haram ini keyakinan kaum