maknaterhadap aktivitas pengelolaan pariwisata desa dengan memberdayakan masyarakat desa di wilayahnya. (3) Dokumentasi, yakni cara yang dipergunakan peneliti untuk meramu dan menempatkan terminologi dan sumber-sumber teori dalam penelitian ini yaitu teori yang menyangkut pemberdayaan masyarakat pedesaan dan desa wisata.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Berbicara seputar Dana Desa memang sangat menarik. Sejak tahun 2015 pemerintah pusat telah mengucurkan dana triliunan rupiah bagi semua desa di Indonesia. Nilainya sangat fantastis bukan saja ratusan juta bahkan mencapai miliaran rupiah untuk setiap desa. Banyak pihak tergila – gila mencalonkan diri sebagai calon Kepala Desa karena nilai Dana Desa yang begitu besar meskipun tidak memiliki kapabilitas untuk menjadi Kepala Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan kewenangan yang besar bagi desa dan masyarakatnya untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengelola pembangunan di desa. Dalam hal ini pemerintah sungguh berniat baik untuk memajukan negara dari pinggiran serta memperkecil kesenjangan antar wilayah. Apa itu Dana Desa?Secara sederhana dapat dikatakan bahwa Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat di desa. Jelas bahwa dana desa dimaksudkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa bukan untuk membiayai kepentingan Kepala Desa dan keluarga atau perangkat. Dana Desa bukan dana Kepala Desa, bukan dana BPD bukan pula dana perangkat desa. Konsep ini harus dipahami secara baik dan benar oleh seluruh masyarakat terutama Kepala Desa dan perangkat serta BPD agar dana desa benar – benar dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang – undangan yang Apa Tujuan Dana Desa? Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tujuan disalurkannya dana desa adalah sebagai bentuk komitmen negara dalam melindungi dan memberdayakan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri dan demokratis. Dengan adanya Dana Desa, desa dapat menciptakan pembangunan dan pemberdayaan desa menuju masyarakat yang adil, makmur dan dari alokasi Dana Desa sendiri adalah1. mengatasi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, 2. meningkatkan kualitas perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat desa, 3. mendorong pembangunan infrastruktur pedesaan yang berlandaskan keadilan dan kearifan lokal, 4. meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial, budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan sosial, 5. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa, 6. mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat desa, serta meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa BUMDes. 1 2 Lihat Kebijakan SelengkapnyaPEMBELAJARANJarak Jauh (PJJ) atau daring yang dilaksanakan pada Maret 2020, mengacu pada surat edaran Kemendikbud No. 40 tahun 2020, tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran corona virus disease, dampak virus covid 19 proses pembelajaran dilakukan dari rumah secara daring pada satuan pendidikan dengan JAKARTA - Desa merupakan sebuah aglomerasi permukiman di area perdesaan rural. Total ada desa di Indonesia. Namun keberadaannya kalah dengan kota yang gemerlap. Bagaimanapun, desa lebih dahulu ada ketimbang negara. Sebagai sebuah pilar kehidupan mestinya mendapat perhatian lebih bukan fenomena itu, Panitia Nasional Kongres IV Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia PA GMNI akan menggelar webinar bertema 'Membangun Kedaulatan, Kemandirian dan Kepribadian Desa Dengan Semangat Gotong Royong' pada Jumat 9/4 pukul WIB. Selaku pemateri Wakil Ketua MPR sekaligus Ketua Umum DPP PA GMNI Ahmad Basarah, Sekjen Kementerian Desa Taufik Madjid, serta Ketua Bidang Riset, Teknologi, dan Informasi DPP PA GMNI Eva Kusuma Ketua Panitia Nasional Kongres IV PA GMNI, Karyono Wibowo, webinar tersebut merupakan rangkaian kegiatan menuju kongres yang berlangsung di Kota Bandung, Jawa Barat pada 19-21 Juni 2021. "Webinar secara tematik disesuaikan dengan bidang pokja yang dibentuk dalam kepanitiaan," kata Karyono dalam keterangannya di Jakarta, Jumat. Karyono menyatakan, tujuan rangkaian webinar adalah menggali permasalahan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, kemudian merumuskan solusi atas persoalan kebangsaan. Pelbagai perspektif pemikiran dari kegiatan webinar, sambung dia, nantinya digunakan sebagai masukan untuk merumuskan materi rekomendasi yang diputuskan di forum kongres. Harapannya, kongres itu akan menghasilkan keputusan yang bisa menjadi landasan bagi kebijakan pembangunan nasional ke acara webinar Yosef Dapa Bili, mengatakan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa UU Desa dapat dimaknai sebagai babak baru pengaturan desa. Aturan hukum itu hadir dilengkapi dengan kewajiban negara untuk mengalokasikan anggaran dari APBN ke seluruh desa yang selanjutnya disebut Dana Desa. Yosef menyatakan, pada konteks pembangunan nasional, UU Desa juga mengisyaratkan makna bahwa pembangunan desa adalah sebagai entitas pembangunan nasional. "UU Desa menegaskan pengakuan dan kepercayaan Negara kepada Desa dan Desa Adat untuk berproses secara mandiri dalam bingkai NKRI," ujar Yosef. Setelah selama enam tahun dilaksanakan, menurut Yosef, desa-desa telah mampu mengelola anggaran untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakatnya secara mandiri. Ini berlangsung tentunya disertai dukungan pembinaan, pengawasan dan pendampingan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Peserta bisa mendaftar lewat tautan registrasi Acara juga bisa diikuti lewat kanal Youtube Kabar Alumni GMNI, website dan channel TVDesa.
Sebenarnyakasus stunting di Batang meliputi 10 kecamatan atau 25 desa. Kasus terbanyak berada di Kecamatan Blado, yaitu 5 desa. Pihaknya menguraikan permasalahan yang ada untuk mencarikan solusinya. Seperti gizi, sanitasi, dan jamban. Itu menjadi percepatan yang menyesuaikan dengan lokasi yang telah ditentukan agar jelas targetnya, dan di
Jakarta - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar membeberkan tantangan yang dihadapi dalam proses Desa Membangun Indonesia. Setidaknya ada tiga tantangan yang harus tantangan itu adalah desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk, kemudian tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa dan masih tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa. Marwan menjelaskan, desa belum menjadi daya tarik bagi penduduk bisa ditelisik dengan melihat data bahwa pada tahun 2010, 52,03 persen penduduk tinggal di perkotaan dan 48 persen penduduk tinggal di pedesaan. Jika kecenderungan ini terus terjadi, diprediksi dalam 5 dekade 1970-2020 penduduk perkotaan bertambah enam kali lipat. Sebaliknya penduduk pedesaan berkurang tiga kali lipat. "Peningkatan jumlah penduduk di perkotaan menunjukkan bahwa kota masih menjadi wilayah yang sangat menarik bagi sebagian besar penduduk di Indonesia. Kondisi desa yang masih memiliki keterbatasan dalam menyediakan lapangan kerja dan keterbatasan sarana dan prasarana menjadikan masyarakat desa berbondong-bondong menuju ke kota," ujar Marwan dalam Seminar Nasional UIN Syarif Hidayatullah seperti dikutip dalam siaran pers, 21/10/2015.Tantangan desa kedua adalah tingginya urbanisasi karena minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di desa. Tingkat Pertumbuhan penduduk perkotaan sebesar 2,18 persen per tahun lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata nasional sebesar 1 persen per tahun. Sedangkan pertumbuhan penduduk di pedesaan menurun sebesar 0,64 persen per tahun. Hal ini menunjukan bahwa kecenderungan masyarakat ingin bekerja diperkotaan dibandingkan diperdesaan karena lapangan kerja di perdesaan tantangan ketiga adalah tingginya jumlah keluarga petani miskin di desa bisa ditelisik dengan data bahwa jumlah keluarga petani miskin secara nasional sebanyak KK. Yang paling tinggi terdapat di Provinsi Jawa Barat dengan Jumlah keluarga. Sedangkan untuk keluarga miskin yang paling sedikit adalah di Provinsi Papua Barat sebanyak keluarga. Melihat tantangan ini, maka Marwan Jafar terus memacu kerja desa untuk mempercepat pembangunan di segala bidang. Konsep Desa Membangun menjadi kata kunci karena pembangunan harus melibatkan seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di kampung-kampung."Masa depan Indonesia ada di desa. Ini bisa dilihat secara nyata karena desa memegang prospek besar bagi perwujudan kedaulatan pangan dan energi nasional di masa depan," menambahkan, menempatkan desa sebagai sumbu utama kedaulatan pangan dan energi bukanlah sesuatu yang berlebihan, karena desa merupakan penyedia utama sumber-sumber pokok pangan nasional."Makanya, dana desa itu kita arahkan untuk membongkar keterbelakangan desa dalam hal infrastruktur yang selama ini menghambat proses desa membangun. Ini penting karena pembangunan itu basisnya dari bawah. Jika desa maju, maka daerah kabupaten akan maju, kemudian provinsi akan maju, dan Indonesia secara keseluruhan akan maju secara merata," ucap Marwan. ega/elz
5 Masalah utama dan mendasar yang dihadapi oleh desa dengan pemerintahannya dapat diidentifikasi sebagai berikut Kedudukan desa dalam sistem pemerintahan Indonesia sampai saat ini masih bersifat ambivalen, yakni sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki otonomi tradisional tetapi lebih banyak menjalankan urusan-urusan pemerintahan yang datang dari pemerintahan supradesa. Kedudukan organisasi pemerintah desa juga bersifat ambivalen seiring ambivalensi kedudukan kesatuan masyaarakat hukumnya. Sumber keuangan desa bersifat tradisional sehingga tidak memberikan kepastian untuk dapat digunakan untuk menggerakkan roda organisasi. Desa tidak memiliki kewenangan memungut pajak dan retribusi atas namanya sendiri. Pungutan pajak dan retribusi yang ada saat ini atas nama pemerintah supradesa misalnya Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak pemerintah pusat. Sumber keuangan desa berasal dari sumber-sumber tradisional seperti iuran warga desa, tetapi yang terbesar justru berasal dari transfer pemerintah supradesa pusat, provinsi, kabupaten/kota. Kedudukan kepegawaian perangkat desa serta sistem imbalannya juga tidak jelas karena kedudukan kesatuan masyarakat hukum dan organisasinya yang bersifat ambivalen. BPD Badan Permusyawaratan Desa menjalankan fungsi seperti DPRD, salah satunya adalah bersama-sama Kepala desa menyusun Peraturan Desa. Menurut Pasal 7 ayat 2 UU Nomor 10 Tahun 2004, Peraturan Desa masuk dalam kategori Peraturan Daerah. Tetapi BPD tidak diisi melalui mekanisme pemilihan umum, sehingga kedudukannya juga menjadi ambivalen. BPD sekarang lebih diposisikan sebagai lembaga tempat bermusyawarahnya masyarakat, bukan sebagai lembaga 5 Identifikasi Masalah yang Berkaitan dengan Desa ini dikemukakan oleh Sadu Wastiono dalam “Pokok-Pokok Pikiran untuk Penyempurnaan Pengaturan tentang Desa”. Ayi SumarnaWarga Desa Ciburial Ayahnya Ula, Hasya, Farel, & Merdesa Suaminya Nemi. 533 posts Idealnya, pemilihan dan pengurutan prioritas dari proyek konstruksi dan rehabilitasi jalan desa dilakukan sebelum pemilihan teknologi ditentukan. Secara umum, ada tiga kriteria […] Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana Perimbangan Desa di Kabupaten Bandung telah diterbitkan melalui Peraturan Bupati Bandung Nomor 14 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Alokasi Dana […] Desa dapat mendirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 213 […] Literasi Bukan Sekadar Membaca atau Mengeja, itulah judul tulisan kali ini. Judul tulisan ini juga merupakan judul dari video yang dirilih CiburialTV, […]Sebelumnya kami memang sudah ada kegiatan mahasiswa UP di desa-desa di Kabupaten Bogor dalam tiga tahun terakhir namun hanya untuk fakultas yang jalan sendiri-sendiri," kata Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pancasila Sri Widyastuti kepada wartawan, Selasa (10/12/2019). Dengan adanya program KKN di Kabupaten Bogor
Cocoa is a pre-eminent commodity in Central Sulawesi Province. Cocoa farming has not experienced a significant increase in productivity due to lack of technological improvement efforts, limited partnerships resulting in low access of farmers to capital institutions, trading dominated by middlemen and owners of capital, and lack of extension support role in improving the competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers to increase productivity and income. Those aspects indicate the importance of research on competence, the capacity of cocoa farmers leading to the interdependence of farmers on a filtering system, competitiveness and partnership as well as increasing the productivity of farmers through increasing farmers’ interdependence. This study aims to 1 identify the level of competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers, 2 analyze the factors affecting the competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers to produce quality cocoa, 3 analyze the influence of interdependence on farmer productivity cocoa, 4 to determine extension strategies in improving the competence, capacity, and interdependence of cocoa farmers. The research used survey design, was implemented in Central Sulawesi Province as the main center of cocoa production in Indonesia. Location of research were Donggala Regency of North Region, Sigi Regency of West Region, Poso Regency of Central Region and North Morowali Regency of Southeast Region. The research sample was 380 by fulfilling the statistical test requirement using Structural Equation Modeling SEM. In the research, selection of sample using multi-step random sampling. Determination of location and sample is as follows 1 two villages in each selected district are based on several criteria developing and geographically located village close to the district capital and villages far from the district capital, and 2 sample determination in each village using proportional random sampling. The results of this research are first, the competence of farmers is weak due to the weak role of extension, lack of innovation received by farmers and low formal education. The capacity of farmers is weak in organizing and in adapting to the environment due to the low competence of farmers. The interdependence of cocoa farmers in the low categories of good filter system competitiveness and partnership This is due to low capacity and institutional support, thus affecting the low level of farmer interdependence in filter system, competitiveness, and partnership. Second, the level of competence of weak cocoa farmers is influenced by the weakness of 1 intensity factor following nonformal education, 2 the motivation of farming development, 3 role of agriculture extension, and 4 institutional support. The dominant factors influencing the weakness of the cocoa farmers' capacity are 1 the motivation for the development of farming, 2 the traditional attachment, 3 the role of agricultural extension, 4 and the availability of innovation. The low level of interdependence of farmers is influenced by the weakness of 1 the level of formal education, 2 the intensity of nonformal education, 3 the role of agricultural extension, 4 the availability of innovation, 5 institutional support, 6 the competence level of farmers and 7 farmers' capacity level. Third, increasing the interdependence of farmers is a determinant factor in increasing the productivity of cocoa farming in Central Sulawesi Province. The decline in production and quality of dry beans can be overcome by increasing cocoa farmer interdependence. Low farmer interdependence affects the low productivity of tons per hectare per year is under the yield potential of 2 tons per hectare per year and income of Rp. this is below the minimum wage of Central Sulawesi Province of Rp. per month. Fourth, based on the results of the model of farmer interdependence in improving the productivity of cocoa farming, the formulation of strategies to increase interdependence is 1 the strategy of increasing the interdependence of farmers through improving the capacity of farmers and 2 the strategy of increasing the interdependence of farmers through institutional support. The strategies undertaken are a to develop a peasant group plan that is integrated with the extension program; b conducting consultation activities, technical meetings, field workshops and field meetings between farmers, industry and the private sector; c increase the use of compost and organic pesticides by farmers. Providing training by extension workers on how to use organic pesticides and organic fertilizers, and continuous intensive facilitation in order to improve the utilization of environmentally friendly technologies; d enhancing the role of farmer groups as collectors of cocoa beans; e cooperate with industrial and private institutions in the provision of adequate production, marketing and processing facilities for farmers; f develops the principal actors institutions as a concrete manifestation of the Law No. 16 of 2006 on Agricultural Extension System, Fisheries and Forestry in accordance with Article 19 paragraph 2, 3 and 4 that is the principal actors institution has a function as a forum for learning process, units of facilities and production facilities, production units, processing and marketing units, and supporting service units; g capacity and number of competent trainers on cocoa plants; h cooperate with credit guarantor for farmers. Cooperation undertaken in order to provide convenience for farmers in accessing capital so that farmers are able to provide the needs of production facilities to improve the quality of cocoa beans; i drafting regulations that support the development of cocoa farmer interdependence; j to assist the processing of dry cocoa beans into ready-to-eat products.
InilahPermasalahan terkait Nadzir dalam Pengelolaan Wakaf. Pemerintah saat ini sudah mengeluarkan Undang-undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf sebagai dasar pengelolaan wakaf di Indonesia. UU ini diperkuat lagi dengan PP No. 42 tahun 2006 yang diubah dengan PP No. 25 tahun 2018 sebagai pengaturan pelaksanaan UU.